Perang ini dipicu oleh seorang Baron atau raja kecil dari Kerak (sekarang wilayah Israel),Arnad/Reynald/Reynaud du Chatillon. Para Baron lain tahu bahwa satu-satunya cara untuk menjaga keutuhan wilayah mereka adalah dengan menghormati tetangga muslim dan tidak melanggar berbagai perjanjian yang telah disepakati. Namun Reynald du Chatillon, dengan semboyan “Die to all Muslims” dan “It is not a crime to kill infidels” berkali-kali melanggar perjanjian, dari merampok caravan pedagang Muslim, membunuh orang-orang yang pergi haji, menjarah kapal milik muslim, hingga menyerang secara terbuka pelabuhan Mekkah dan Madinah. Meskipun serangan ini gagal namun sudah membuat dunia islam gempar dan mencoreng reputasi Sultan Shalahuddin Al Ayyubi sebagai pelindung 2 kota suci Mekah n Madinah.
Sultan Shalahuddin langsung menyerang balik di tahun 1183 M dan ditanggapi oleh Pasukan Salib/Latin dengan mengerahkan pasukan terbesar yang pernah dihimpun, namun tidak terjadi peperangan karena pasukan Salib bersifat pasif/defensif.
Kemudian 4 tahun kemudian pada bulan Mei tahun 1187 M, dimulailah pergerakan militer yang ofensif/jihad thulab oleh Sultan Shalahuddin. Beliau memobilisasi pasukan dari Mesir yang dipimpin anaknya Al Afdhal dan Husamuddin Lu’lu. Dan terjadi pertempuran di Mata Air Cresson dimana pasukan Salib kalah telak. Hal ini membuat perselisihan Guy of Lusignan dengan Comte Raymond III Tripoli mereda karena adanya musuh bersama yaitu pasukan Muslimin. Dan Raymond III Tripoli menyatakan tunduk pada Kerajaan Yerusalem dan memutus perjanjian damai dengan Shalahuddin.
- Pergerakan Militer th 1187 M.
- Daerah kekuasaan Reynal du Chattilon yang bernama Oultrejordain
- Daerah Kingdom of Jerusalem yang dipimpin Raja Guy of Lusignan dan Ratu Sybilla
- Daerah Kekuasan istri Raymond III Tripoli
- Daerah Kekuasaan Raymond III Tripoli
Sementara itu terjadi perundingan diantar pasukan Salib di Kastil Sephorie/Saffuriyah di utara Nazareth. Raymond III Tripoli yang merupakan pemimpin Latin/Salib paling cerdas dan merupakan pakar taktik terhebat di Yerusalem memberikan nasehat agar pasukan Salib menunggu saja dan bertempur di Yerusalem, kemudian menyerang dengan hebat dan melumatkannya sewaktu pasukan muslim sudah lelah dengan pengepungan. Namun ditolak oleh pemimpin salib yang lainnya dan memberikan ide untuk menyerang secara terbuka ke arah Tiberias.
Kedua belah pihak baik muslim atau kristen sama-sama memobilisasi pasukan dengan jumlah yang sangat besar. Di pihak Kristen terkumpul 18.000 – 20.000 pasukan di pihak muslimin juga kurang lebih sama. Pasukan Shalahuddin mulai menyeberangi Sungai Yordan yang berada di selatan Danau Tiberias pada akhir Juni 1187 M. Pada tanggal 2 Juli 1187 M terjadi serangan dan pengepungan Kota Tiberias yang dikuasai Raymond III Tripoli, namun hanya terdapat Count Eschiva yang merupakan istri Raymond III, hingga kota tersebut jatuh ke tangan muslimin. Sebenarnya penyerangan pasukan muslim ke Tiberias ini mengandung resiko yang sangat besar yaitu bisa terjepit diantara 2 kekuatan musuh yang besar yaitu Kerajaan Yerusalem dan Tiberias sebelum pasukan muslim mencapai kota Tiberias. Namun karena pergerakan militer yang cepat maka Kota Tiberias jatuh dan mengakibatkan terpancingnya pasukan salib keluar dari kastil2 mereka di Yerusalem untuk menghadapi Sultan Shalahuddin dan pasukan muslim di Danau Tiberias.
Tanggal 3 Juli 1187 M, semenjak sampai di daerah Turan sekitar 12 km sebelah timur Hattin pasukan salib yang merupakan sumber air terdekat, kuda2 tunggangan tidak mau meminum air dan para pasukan ada yang terus berangkat hingga ke Kafr Sabt/Caffarset dekat perkemahan muslimin. Hal ini sangat fatal karena pasukan sudah kelelahan dan haus apalagi di bulan Juli yaitu puncak musim panas. Shalahuddin kemudian memfokuskan pasukan di Caffarset dan meninggalkan sedikit pasukan di Tiberias, kemudian mulai menyerang pasukan salib. Pasukan salib banyak yang tidak mau meneruskan penyerangan menembus barikade depan muslimin . Sehingga terjadi perubahan rencana mendadak, pasukan salib yang bergerak ke arah timur ke arah Tiberias, kemudian berbelok ke utara dengan maksud melewati Bukit Hattin lalu menuju mata air Hattin yang berjarak 6 km atau langsung ke Danau Tiberias yang berjarak 12 km untuk mendapatkan sumber air melimpah untuk persiapan perang. Kemudian pasukan salib berkemah di Hattin malam 4 Juli 1187 M.
Pasukan Salib yang diserang & dikepung di Puncak Hattin oleh Sultan Shalahuddin(tengah hijau), Panglimanya Taqiyuddin(kanan hijau), dan Panglimanya Muzafaruddin Gokbori (Kiri Hijau)
Sultan Shalahuddin dapat membaca hal ini kemudian memerintahkan Taqiyuddin untuk mencegat pasukan salib di dekat puncak Hattin (utara). Beliau sendiri akan menyerang dari tengah(timur) dan Muzafaruddin Gokbori dengan sayap kirinya menyerang dari arah belakang(barat) pasukan salib.
Bukit Hattin Utara dan Mata Air Hattin di lembahnya
Fajarpun menyingsing pada pagi 4 Juli 1187 M di puncak Hattin, terjadilah pertempuran dahsyat. Sayap kanan yang dipimpin Taqiyuddin mendapatkan serangan dahsyat dan hampir jebol oleh serangan pasukan salib pimpinan Raymond III Tripoli yang membabi buta dengan maksud mencapai mata air Hattin di utara. Taqiyuddin berinisiatif meloloskan pasukan Raymond III daripada membuat pasukan muslim banyak terbunuh dan sekaligus melemahkan pasukan salib dengan berkurangnya pasukan Raymond III. Dan Raymond III berhasil lolos ke utara dan melarikan diri ke kota Tyre/Tyrus tanpa kembali ke kota istrinya Tiberias yang lebih dekat karena takut dijebak Sultan Shalahuddin. Pasukan salib pimpinan Guy of Lusignan dan Gerard De Ridefort semakin terdesak menuju puncak Hattin Utara dan pasukan infanteri pasukan salib sudah tidak bersemangat berperang karena haus. lelah, dan kesalahan strategi pemimpinnya. Di sebelah selatan yaitu dekat tanduk Hattin selatan, pasukan Templars pimpinan Balian D’Ibelin dapat melarikan diri ke Selatan menerobos kepungan Muzafaruddin Gokbori.
Pasukan Shalahuddin vs Pasukan Salib dengan salib sucinya di Medan Hattin
Akhirnya pasukan muslimin sayap kanan pimpinan Taqiyuddin berhasil merebut Salib Suci yang dipegang Uskup Besar Akre dan Uskup Lidde di tanduk Hattin utara. Hal ini membuat mental pasukan salib jatuh dan mulai tampak tanda-tanda kekalahan di mata mereka. Pasukan muslimin menjadi gembira, namun Sultan Shalahuddin berkata pada pasukannya agar jangan gegabah sebelum berhasil meruntuhkan Tenda Merah Besar Kerajaan Yerusalem di Tanduk Hattin. Dan akhirnya rubuhlah tenda merah besar itu dan berakhirlah Perang Hattin dengan kemenangan di pihak muslimin. Para pemimpin salib hampir semuanya ditawan kecuali Balian D’Ibelin, Raymond III Tripoli, dan Joscelyn de Courtnay . Para pemimpin yang ditawan adalah Guy of Lusignan sebagai Raja yerusalem, Reynaud/Reynald du Chattilon, Gerard de Ridefort, Uskup Lidde, Humphrey II de Toron, pemimipin ordo Hospitaller dll.
Kemudian Sultan Shalahuddin memenggal kepala sang penjahat Reynal du Chattilon dan membebaskan Raja Guy of Lusignan, Gerard de Ridefort dan yang lainnya.
Setelah mengalahkan pasukan salib maka pasukan muslimin terus menuju ke kota-kota dan benteng-benteng pasukan salib di wilayah Kerajaan Yerusalem untuk melakukan pengepungan dan penaklukan. Dua bulan kemudian pada akhir bulan September (20-30 Sept 1187 M) pasukan muslimin mengepung kota Yerusalem dan menaklukkannya pada tgl 2 Oktober 1187 M tanpa adanya pembantaian yang keji oleh pasukan muslimin terhadap kristen, dan hal ini bertolak belakang dengan takluknya Yerusalem oleh pasukan Salib tahun 1099 M dimana terjadi pembantaian keji terhadap muslimin oleh pasukan salib. Terhadap semua tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan dibebaskan atau menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung dipancung. Namun pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin memberi alasan, “Sesama raja tidak boleh saling membunuh!” Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.
Kedua belah pihak baik muslim atau kristen sama-sama memobilisasi pasukan dengan jumlah yang sangat besar. Di pihak Kristen terkumpul 18.000 – 20.000 pasukan di pihak muslimin juga kurang lebih sama. Pasukan Shalahuddin mulai menyeberangi Sungai Yordan yang berada di selatan Danau Tiberias pada akhir Juni 1187 M. Pada tanggal 2 Juli 1187 M terjadi serangan dan pengepungan Kota Tiberias yang dikuasai Raymond III Tripoli, namun hanya terdapat Count Eschiva yang merupakan istri Raymond III, hingga kota tersebut jatuh ke tangan muslimin. Sebenarnya penyerangan pasukan muslim ke Tiberias ini mengandung resiko yang sangat besar yaitu bisa terjepit diantara 2 kekuatan musuh yang besar yaitu Kerajaan Yerusalem dan Tiberias sebelum pasukan muslim mencapai kota Tiberias. Namun karena pergerakan militer yang cepat maka Kota Tiberias jatuh dan mengakibatkan terpancingnya pasukan salib keluar dari kastil2 mereka di Yerusalem untuk menghadapi Sultan Shalahuddin dan pasukan muslim di Danau Tiberias.
Tanggal 3 Juli 1187 M, semenjak sampai di daerah Turan sekitar 12 km sebelah timur Hattin pasukan salib yang merupakan sumber air terdekat, kuda2 tunggangan tidak mau meminum air dan para pasukan ada yang terus berangkat hingga ke Kafr Sabt/Caffarset dekat perkemahan muslimin. Hal ini sangat fatal karena pasukan sudah kelelahan dan haus apalagi di bulan Juli yaitu puncak musim panas. Shalahuddin kemudian memfokuskan pasukan di Caffarset dan meninggalkan sedikit pasukan di Tiberias, kemudian mulai menyerang pasukan salib. Pasukan salib banyak yang tidak mau meneruskan penyerangan menembus barikade depan muslimin . Sehingga terjadi perubahan rencana mendadak, pasukan salib yang bergerak ke arah timur ke arah Tiberias, kemudian berbelok ke utara dengan maksud melewati Bukit Hattin lalu menuju mata air Hattin yang berjarak 6 km atau langsung ke Danau Tiberias yang berjarak 12 km untuk mendapatkan sumber air melimpah untuk persiapan perang. Kemudian pasukan salib berkemah di Hattin malam 4 Juli 1187 M.
Pasukan Salib yang diserang & dikepung di Puncak Hattin oleh Sultan Shalahuddin(tengah hijau), Panglimanya Taqiyuddin(kanan hijau), dan Panglimanya Muzafaruddin Gokbori (Kiri Hijau)
Sultan Shalahuddin dapat membaca hal ini kemudian memerintahkan Taqiyuddin untuk mencegat pasukan salib di dekat puncak Hattin (utara). Beliau sendiri akan menyerang dari tengah(timur) dan Muzafaruddin Gokbori dengan sayap kirinya menyerang dari arah belakang(barat) pasukan salib.
Bukit Hattin Utara dan Mata Air Hattin di lembahnya
Fajarpun menyingsing pada pagi 4 Juli 1187 M di puncak Hattin, terjadilah pertempuran dahsyat. Sayap kanan yang dipimpin Taqiyuddin mendapatkan serangan dahsyat dan hampir jebol oleh serangan pasukan salib pimpinan Raymond III Tripoli yang membabi buta dengan maksud mencapai mata air Hattin di utara. Taqiyuddin berinisiatif meloloskan pasukan Raymond III daripada membuat pasukan muslim banyak terbunuh dan sekaligus melemahkan pasukan salib dengan berkurangnya pasukan Raymond III. Dan Raymond III berhasil lolos ke utara dan melarikan diri ke kota Tyre/Tyrus tanpa kembali ke kota istrinya Tiberias yang lebih dekat karena takut dijebak Sultan Shalahuddin. Pasukan salib pimpinan Guy of Lusignan dan Gerard De Ridefort semakin terdesak menuju puncak Hattin Utara dan pasukan infanteri pasukan salib sudah tidak bersemangat berperang karena haus. lelah, dan kesalahan strategi pemimpinnya. Di sebelah selatan yaitu dekat tanduk Hattin selatan, pasukan Templars pimpinan Balian D’Ibelin dapat melarikan diri ke Selatan menerobos kepungan Muzafaruddin Gokbori.
Pasukan Shalahuddin vs Pasukan Salib dengan salib sucinya di Medan Hattin
Akhirnya pasukan muslimin sayap kanan pimpinan Taqiyuddin berhasil merebut Salib Suci yang dipegang Uskup Besar Akre dan Uskup Lidde di tanduk Hattin utara. Hal ini membuat mental pasukan salib jatuh dan mulai tampak tanda-tanda kekalahan di mata mereka. Pasukan muslimin menjadi gembira, namun Sultan Shalahuddin berkata pada pasukannya agar jangan gegabah sebelum berhasil meruntuhkan Tenda Merah Besar Kerajaan Yerusalem di Tanduk Hattin. Dan akhirnya rubuhlah tenda merah besar itu dan berakhirlah Perang Hattin dengan kemenangan di pihak muslimin. Para pemimpin salib hampir semuanya ditawan kecuali Balian D’Ibelin, Raymond III Tripoli, dan Joscelyn de Courtnay . Para pemimpin yang ditawan adalah Guy of Lusignan sebagai Raja yerusalem, Reynaud/Reynald du Chattilon, Gerard de Ridefort, Uskup Lidde, Humphrey II de Toron, pemimipin ordo Hospitaller dll.
Kemudian Sultan Shalahuddin memenggal kepala sang penjahat Reynal du Chattilon dan membebaskan Raja Guy of Lusignan, Gerard de Ridefort dan yang lainnya.
Setelah mengalahkan pasukan salib maka pasukan muslimin terus menuju ke kota-kota dan benteng-benteng pasukan salib di wilayah Kerajaan Yerusalem untuk melakukan pengepungan dan penaklukan. Dua bulan kemudian pada akhir bulan September (20-30 Sept 1187 M) pasukan muslimin mengepung kota Yerusalem dan menaklukkannya pada tgl 2 Oktober 1187 M tanpa adanya pembantaian yang keji oleh pasukan muslimin terhadap kristen, dan hal ini bertolak belakang dengan takluknya Yerusalem oleh pasukan Salib tahun 1099 M dimana terjadi pembantaian keji terhadap muslimin oleh pasukan salib. Terhadap semua tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan dibebaskan atau menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung dipancung. Namun pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin memberi alasan, “Sesama raja tidak boleh saling membunuh!” Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.
sumber: dakwahkampus.com
0 komentar:
Posting Komentar