Senin, 24 Maret 2014

Negara adikuasa Persia, takluk di tangan pasukan Islam

Periode ini di mulai dengan pengangkatan Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu sebagai Panglima tertinggi untuk berjihad di Irak tahun 14 H (Tahun ke 14 setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah dari Makkah ke Madinah).

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah seorang diantara sepuluh sahabat yang mendapat kabar gembira masuk surga.  Beliau adalah orang pertama yang melontarkan panah dalam perang di jalan Allah dan sebagai orang yang ke empat mendapat hidayah merasakan indahnya Islam melalui dakwah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu ketika umurnya 17 tahun.


Penobatan Sa'ad Bin Abi Waqqash Di Irak

Ketika masuk awal tahun ke 14 H khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu memotivasi kaum muslimin untuk berjihad (jihad yang syar’i) di bumi Irak. Yakni ketika sampai kepadanya berita terbunuhnya Abu Ubaid pada peperangan di Jembatan sungai Eufrat, dan menguatnya kembali kekuatan Persia di bawah pimpinan Yazdigrid dari kalangan Raja Persia yang kafir kepada Allah Rabb semesta alam. Ditambah lagi dengan penghianatan ahlu dzimmah di Irak terhadap kesepakatan yang mereka buat dengan kaum muslimin. Mereka telah melepaskan ketaatan mereka terhadap pemerintah Islam, dengan menyakiti kaum muslimin dan mengusir para gubernur wilayah yang ditunjuk khalifah Umar.

Maka Umar radhiyallahu 'anhu memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk keluar dari wilayah Persia dan berkumpul di penghujung negeri-negeri jajahan Persia.

Pada awal bulan Muharram tahun 14 H khalifah Umar berangkat dari Madinah membawa pasukannya dan singgah di sebuah tempat yang banyak airnya disebut dengan Shirar (sebuah tempat yang terletak tiga mil dari Madinah menuju jalan ke Irak). Di tempat itu khalifah memerintahkan pasukannya untuk berhenti. Beliau sendiri telah bertekad untuk memimpin sendiri peperangan melawan Irak. Dia telah menunjuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu sebagai penggantinya di Madinah. Dalam keberangkatan ini dia membawa sahabat senior seperti Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu dan sahabat lainnya.

Kemudian khalifah Umar menggelar musyawarah untuk membicarakan keinginannya tersebut (memimpin langsung pasukan). Mereka berkumpul untuk shalat, sementara khalifah telah mengirim utusan kepada Ali untuk turut menghadiri pertemuan tersebut. Maka Ali segera datang dari Madinah. Ketika semua telah berkumpul Umar mengutarakan maksud hatinya. Seluruhnya yang hadir menyetujui usulnya untuk memimpin langsung pasukan menuju Irak kecuali Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu yang memberikan usulan lain padanya. la berkata, "Aku khawatir jika engkau kalah maka seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru bumi akan menjadi lemah, maka aku mengusulkan agar engkau mengutus seseorang dan engkau kembali ke Madinah." Akhirnya khalifah Umar dan seluruh sahabat menerima dan membenarkan nasihat Abdurrahman radhiyallahu 'anhu.

Umar berkata padanya, "Siapa menurutmu yang akan kita kirim sebagai panglima ke Irak?"
Abdurrahman menjawab, "Aku telah menemukannya."
Umar berkata, "Siapa dia?"
Abdurrahman menjawab, "Singa yang mencengkram dengan kukunya, Sa'ad bin Malik az-Zuhri."
Maka khalifah Umar membenarkan usulannya ini dan segera mengirim Sa'ad sebagai Panglima tertinggi untuk wilayah Irak.

Wasiat Khalifah Umar Kepada Sa'ad

Khalifah Umar berwasiat kepada Sa'ad dan berkata,

“Janganlah engkau merasa bangga dengan kedudukanmu sebagai keponakan Rasulullah dan sekaligus sebagai sahabatnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus kejelekan dengan kejelekan, tetapi Dia akan menghapus kejelekan dengan kebaikan. Sesungguhnya tidak ada manfaatnya berbangga dengan keturunan di sisi Allah kecuali dengan kepatuhan yang tulus kepadaNya.”

“Seluruh manusia baik yang berasal dari keturunan mulia maupun dari keturunan yang hina hakikatnya adalah sama dalam pandangan Allah. Mereka semua adalah Hamba Allah dan Allah Rabb (Pencipta dan Pengatur) mereka. Tingkat mereka akan berbeda-beda sesuai dengan kemaafan yang diberikan Allah padanya dan sedikit banyaknya ketaatan mereka kepada Allah.”

“Lihatlah seluruh perkara yang telah diperbuat (sunnah) Rasulullah sejak dia di utus hingga berpisah dengan kita, kemudian ikuti jejaknya karena sesungguhnya itulah kebaikan yang hakiki. Inilah nasihatku padamu dan jika engkau menolaknya dan membencinya maka amalanmu akan gugur sia-sia dan engkau akan menjadi orang yang merugi.”

Ketika melepas kepergiannya Umar berkata,
“Engkau akan menghadapi suatu perkara yang sangat berat. Maka bersabarlah terhadap apapun yang menimpamu maka akan terkumpul dalam dirimu rasa takut kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya takut (khasyah) kepada Allah akan dapat melekat dengan dua perkara; yaitu dengan mentaatiNya dan menjauhi segala yang dilarangNya. Sesungguhnya barangsiapa yang dapat selalu patuh dan tunduk kepadaNya adalah orang-orang yang membenci dunia dan mencintai akhirat. Sebaliknya orang-orang yang bermaksiat melanggar perintahnya adalah orang- orang yang mencintai dunia dan membenci akhirat.”

“Sesungguhnya hati itu diciptakan Allah memiliki hakikat, ada yang bersifat rahasia dan ada yang bersifat terang-terangan. Adapun hakikat hati yang terang-terangan yaitu jika dia merasa bahwa orang yang memujinya dan menghinanya sama saja tidak dapat mempengaruhi dirinya dalam berbuat kebaikan …”

Maka Sa'ad berangkat menuju Irak dengan membawa 4000 pasukan, 3000 orang dari penduduk Yaman, ada yang menyebutkan dia membawa 6000 pasukan, dan khalifah Umar mengiringinya dari Shirar hingga al-A'wash (suatu tempat di arah menuju jalan ke Irak, tempat ini adalah sebuah lembah yang merupakan tempat mengalirnya air ketika hujan dari arah Utara, di sinilah berkumpulnya air Madinah sekarang jika hujan).

Khutbah khalifah Umar

Kemudian Umar berdiri berpidato di hadapan khalayak dan berkata,

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada kalian contoh permisalan dan memberikan kepada kalian firmanNya agar hati menjadi kehidupan. Sesungguhnya asal hati itu adalah mati hingga Allah menghidupkannya. Maka barangsiapa yang mengetahui sesuatu hendaklah mengambil manfaat darinya. Sesungguhnya al-'adalah itu memiliki tanda-tanda dan sikap. Adapun tanda-tandanya yaitu sifat malu, dermawan, mudah dalam bergaul dan lemah-lembut, adapun dalam bentuk sikap yaitu selalu bersikap rahmat terhadap makhluk.”

“Allah telah menjadikan segala sesuatu itu memiliki pintu, dan Allah mudahkan pintu-pintu itu dibuka dengan kunci-kunci. Pintu keadilan adalah banyak mengambil i'tibar, dan kuncinya adalah zuhud. Adapun I'itibar akan didapat dengan mengingat kematian dan mempersiapkan diri menyambutnya dengan amal. Sedangkan zuhud yaitu mengambil kebenaran dari semua orang yang membawanya, dan menyampaikan hak kepada pemiliknya dan mencukupkan diri dengan apa-apa yang ada pada dirinya. Jika tetap merasa tidak cukup dengan apa yang ada pada dirinya maka dia tidak akan pernah merasa kaya selamanya.”

“Sesunggunya antara kalian dan Allah ada diriku, sementara tidak seorangpun antara aku dan Allah. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas diriku menahan orang untuk meminta haknya. Oleh karena itu laporkan segala kezhaliman kepadaku pasti akan aku selesaikan dan aku rebut hak darinya untuk keberikan kepada pemiliknya.”
Kedatangan Sa'ad di Irak dan Berita Wafatnya al-Mutsanna

Kemudian Sa'ad berjalan menuju Irak, sesampainya di Zarud ketika itu jarak antara dirinya dan pasukan al-Mutsanna hanya beberapa saat lagi dan masing-masing dari mereka memendam kerinduan untuk berjumpa. Tiba-tiba luka pada tubuh al-Mutsanna bin Haritsah ketika peperangan di atas jembatan kembali terkoyak dan membawanya kepada kematian- semoga Allah merahmatinya- maka beliau menunjuk Basyir bin al- Khasasiyah sebagai pimpinan  pasukan. al-Mutsanna bin Haritsah adalah salah seorang panglima perang yang memimpin pasukan Muslim menghadapi pasukan Persia di jembatan sungai Eufrat. Ketika berita wafatnya sampai ke telinga Sa'ad maka dia mendoakannya semoga dirahmati Allah.

Maka ketika Sa'ad telah berkumpul dengan pasukan al-Mutsanna kepemimpinan seluruhnya beralih kepada dirinya. Seluruh panglima pasukan yang berada di Irak tunduk di bawah perintahnya, kemudian khalifah Umar mengirimkan bala bantuan lagi hingga jumlah pasukan Sa'ad bertambah pada perang Qadisiyah menjadi 30.000 personil. Khalifah Umar berkata, “Demi Allah aku akan mempertemukan dan mempertarungkan antara raja- raja Ajam (bangsa non Arab) dengan raja-raja Arab.”

Formasi Pasukan
Khalifah Umar menulis surat kepada Sa'ad agar para pimpinan pasukan bertempur bersama pasukannya. Di dalam setiap pasukan terdapat sepuluh senior yang berpengalaman. Setelah itu Sa'ad mulai menentukan para pemimipin pasukan untuk bertempur bersama kabilah-kabilah, dia mengangkat pemim-pin untuk pasukan pengintai, pasukan terdepan, sayap kiri dan kanan, pasukan tengah, pasukan berkuda, dan pasukan pejalan kaki, persis sebagaimana yang diperintahkan oleh amirul mukiminin Umar bin al-Khaththab.

Surat Menyurat Antara Khalifah Umar Dan Sa'ad Bin Abi Waqqash

Khalifah Umar menulis surat kepada Sa'ad menginstruksikan padanya agar segera berangkat menuju Qadisiyah yang merupakan pintu gerbang Persia pada masa jahiliyyah. Khalifah Umar memerintahkannya agar berdiri di posisi antara bebatuan dan tanah yang lapang, menutup jalan bagi Persia, dan memulai penyerangan terlebih dahulu.

Khalifah Umar berpesan, “Janganlah kamu merasa gentar melihat banyaknya jumlah musuh dengan perlengkapannya yang sempurna. Sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang banyak tipu muslihatnya. Jika kalian bersabar dan berbuat yang benar dengan niat yang tulus untuk menjalankan amanah ini, aku berharap besar kalianlah yang akan keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak akan mungkin lagi kembali kekuatan mereka selama-lamanya, kecuali kembali bersatu walaupun sebenarnya hati mereka bercerai berai. Jika ternyata kondisi berbalik maka mundurlah ke arah bebatuan sebab kalian lebih berani dan terbiasa dengan medan seperti itu. Sementara mereka lebih penakut dan tidak mengenal medan, hingga Allah akan memberikan kemenangan kepada kalian dan akan mengembalikan kemenangan setelah kalian mundur terdesak.”

Khalifah Umar juga memerintahkan kepadanya agar banyak instrospeksi diri, selalu menasehati pasukannya agar selalu meluruskan niat, mengharap ganjaran pahala dan selalu bersabar

“… dan selalu kirimkan berita tentang perkembangan situasi kalian dengan detailnya. Beritahukan di mana posisi kalian turun, di mana posisi musuh kalian dan jaraknya dari kalian. Tulislah surat untukku seolah-olah aku sedang melihat secara langsung sepak terjang kalian, dan aku dapat mengetahui persis bagaimana keadaan kalian. Takutlah kepada Allah dan berharaplah kepadaNya. Jangan pernah engkau membanggakan hasil perjuanganmu. Ketahuilah Allah telah mewakilkan urusan ini kepadamu tanpa ada yang akan menggantikan-nya, maka jangan sampai Allah gantikan kalian dengan kaum yang lain.”

Maka Sa'ad menulis surat kepada khalifah Umar memberitahukan kepadanya bagaimana keadaan tempat-tempat di sana seolah-olah khalifah Umar melihatnya. Kemudian dia memberitakan perihal tentara Persia yang telah bersiap akan menggempur mereka di bawah pimpinan Rustam dan orang-orang yang kedu-dukannya setara dengannya. Dia berkata, "Mereka ingin menghabisi kami sebagaimana kami ingin menghabisi mereka, kelak ketetapan Allah jua yang akan berlaku, dan kita selalu menerima apa-apa yang telah ditetapkanNya kepada kita baik kemenangan maupun kekalahan. Marilah kita memohon kepada Allah agar memberikan ketentuan takdir yang terbaik dan menyelamatkan kita semua."

Khalifah Umar menulis surat jawaban untuk Sa'ad dan berkata, “Aku telah menerima surat darimu dan telah kupahami isinya. Maka jika kelak kalian bertemu dengan musuh dan Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk memburu musuh yang kalah … maka jangan kalian berhenti hingga berhasil menyerbu kota Madain, karena di situlah kehancuran mereka insya Allah.”

Setelah itu khalifah Umar mendoakan Sa'ad dan kaum mulimin seluruhnya.

Ketika Sa'ad sampai di al-Uzaib (sebuah telaga) tiba-tiba pasukan Persia di bawah pimpinan Syirzad bin Azad datang menyerang. Akhirnya mereka berhasil dikalahkan dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang cukup besar. Merekapun merasa gembira dan semakin optimis untuk dapat meme-nangkan pertempuran. Sa'ad mengkhususkan satu pasukan yang bertugas menjaga kaum wanita yang dipimpin oleh Ghalib bin Abdullah al-Laitsi (salah seorang sahabat).

Mukaddimah Peperangan

Kemudian Sa'ad berjalan dan berhenti di Qadisiyah (sebuah kota dekat Hirah di Iraq) sambil mengutus pasukan-pasukan kecil. Satu bulan dia menetap di tempat itu namun belum terlihat seorangpun dari tentara Persia. Maka Sa'ad segera memberitakan hal ini kepada khalifah Umar. Sementara pasukan-pasukan kecilnya datang membawa makanan dari segala penjuru. Maka seluruh rakyat Persia menjadi gempar dan ribut melaporkan perilaku kaum muslimin kepada Yazdigrid (raja Kisra, Persia). Mereka berkata, "Jika kalian tidak dapat menyelamatkan kami maka kami akan kembali mengikat perjanjian damai dan akan kami serahkan benteng kami kepada mereka." Maka Persia sepakat untuk mengirim Rustam (seorang panglima perang Persia). Yazdigrid segera menginsruksikan kepada Rustam untuk memimpin pasukan ke sana, namun Rustam merasa keberatan dan minta dibebastugaskan. Dia berkata, "Strategi ini adalah strategi yang keliru dalam bertempur. Dalam menghadapi Arab strategi yang jitu adalah menyerang mereka dengan pasukan yang silih berganti datang menyerang, satu pasukan kemudian diikuti dengan pasukan lainnya dan seterusnya. Strategi inilah yang lebih dahsyat untuk mengalahkan bangsa Arab daripada mengerahkan seluruh tentara dalam jumlah besar secara sekaligus dalam satu waktu.” Namun Raja Yazdigrid (yang masih berumur muda sekitar 20-an tahun) tetap bersikeras untuk melaksanakan keinginannya, maka Rustam segera menyiapkan diri untuk bertempur.

Sebelumnya Sa'ad telah mendengar dari para mata-matanya yang diutus ke Hirah dan Sholuba bahwa Raja telah memilih Rustam bin al-Farrakhzad al-Armani sebagai Panglima tertinggi pasukan Persia dan telah menempatkan pasukannya di tenda-tenda mereka. Maka Sa'ad segera mengirim surat kepada khalifah Umar memberitahukan perkembangan yang terjadi. Maka khalifah membalas dan berkata, "Jangan engkau merasa sempit dan takut dengan berita yang sampai kepadamu tentang mereka, ataupun berita yang mereka sampaikan langsung kepada kalian, tetapi mintalah bantuan kepada Allah serta berta- wakkallah padaNya. Uruslah orang-orang yang cerdik pandai dan sabar dalam bertempur agar berdoa kepada Allah. Sesungguhnya doa mereka akan membuat lemah musuh, dan kirimkan kepadaku berita setiap hari.”

Ketika Rustam dan pasukannya telah mendekat dan mereka telah mendirikan tenda-tenda mereka di Sabath (sebuah tempat di Madain ibukota Persia), Sa'ad mengirim surat kepada khalifah Umar dan berkata padanya, “Sesungguhnya Rustam telah tiba dan menempatkan pasukanya di Sibath dengan membawa kuda-kuda dan gajah-gajah untuk menyerbu kami. Tidak ada yang lebih penting menurutku sebagaimana yang kau inginkan dariku daripada bermohon dan bertawakkal kepada Allah.”

Rustam mulai membekali pasukannya dan menyusun formasi. Pasukan penyerang di depan sebanyak 40.000 di bawah pimpinan Jalinius, sementara sayap kanan pertahanan sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Hurmuzan, dan sayap kiri sebanyak 30.000 orang dipimpin oleh Mihran bin Bahram, pasukan  pertahanan belakang di pimpin oleh al-Bairuzan sebanyak 20.000 orang, jumlah seluruh pasukan adalah 120.000 persortil. Dalam sebuah riwayat sebanyak 20.000 ditambah 80.000 pasukan dengan 33 ekor gajah.

Utusan Yang Dikirim Kepada Rustam Untuk Mendakwahinya.

Sa'ad mengutus beberapa orang senior untuk menghadap Rustam, di antaranya adalah an-Nu'man bin Muqarrin, Furat bin Hayyan, Hanzhalah bin Rabi' at-Tamimi, Atharid bin Hajib, al-Asy'ats bin Qais, al-Mughirah bin Syu'bah, dan Amr bin Ma'di sambil mendakwahinya kepada Agama Allah.

Rustam bertanya kepada mereka,"Apa yang membuat kalian datang kemari?"
Mereka menjawab, "Kami datang untuk mendapatkan apa yang Allah janjikan kepada kami, yaitu untuk mengambil alih negeri kalian, menawan para wanita dan anak-anak, serta menguasai harta kalian, kami merasa yakin akan mendapatkannya segera."

Saif bin khalifah Umar menyebutkan bahwa Rustam sengaja melambat-lambat-kan pertemuannya dengan Sa'ad, hingga diperhitungkan sejak dia keluar dari Madain dan bertemu dengan Sa'ad di Qadisiyah memakan waktu empat bulan. Andaikata tidak diperintahkan raja agar dia segera menemui Sa'ad dia tidak akan menemuinya.

Ketika pasukan Rustam telah mendekati tentara Sa'ad, maka Sa'ad ingin mengetahui bagaimana sesungguhnya kondisi dan persiapan mereka. Dia mengerahkan satu rombongan dari pasukannya untuk membawa salah seorang dari tentara Persia, dan di antara rombongan tersebut terdapat Thulaihah al-Asadi yang pernah mengaku sebagai Nabi kemudian bertaubat. Ketika Sa'ad mengutus rombongan ini segera Thulaihah menembus pasukan musuh, melewati ribuan pasukan dan berhasil membunuh banyak para jagoan Persia hingga berhasil menawan salah seorang dari mereka dan menggiringnya kepada Sa'ad dalam keadaan tidak berdaya. Maka Sa'ad bertanya padanya tentang pasukan mereka, tetapi lelaki itu malah menceritakan bagaimana kehebatan dan keberanian Thulaihah. Sa'ad berkata kepadanya, "Bukan ini yang aku inginkan tapi beritahukan kami berapa jumlah tentara Rustam." Dia menjawab, "Dia membawa 120.000 pasukan dan dibelakangnya di ikuti dengan pasukan dalam jumlah yang sama."   Seketika itu juga tawanan tersebut masuk Islam di tempat, alhamdulillah.

Mengutus al-Mughirah bin Syu'bah

Ketika dua pasukan saling berhadapan,  maka Rustam mengirim seseorang pasukannya kepada Sa'ad dan meminta agar  mengirimkan padanya seorang yang piawai untuk diajak berdialog. Maka segera Sa'ad mengutus al-Mughirah bin Syu'bah. al-Mughirah bin Syu'bah adalah salah seorang sahabat Rasulullah dan termasuk cendekia Arab. Beliau meriwayatkan banyak hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan sempat mengikuti baiat Ridwan (janji setia kepada Rasulullah) dan perang Yamamah.

Ketika bertemu dengannya Rustam berkata, "Sesungguhnya kalian adalah tetangga kami, sebelumnya kami selalu berbuat baik kepada kalian, dan menahan diri untuk tidak menyakiti kalian, maka kembalilah ke negeri kalian kami tidak akan mencegat dan menghalangi jalur perdagangan kalian untuk masuk ke negeri kami."

al-Mughirah menjawab, "Kami tidak menginginkan dunia, tetapi yang kami cari dan harapkan adalah akhirat. Dan Allah telah mengutus RasulNya kepada kami dan berkata padanya, "Sesungguhnya Aku akan mengalahkan orang-orang yang tidak mau beragama dengan agama yang Aku turunkan, dan Aku akan menghukum mereka melalui tangan umatnya, dan Aku akan tetap memenangkan mereka selama mereka tetap mengakui agama ini. Inilah agama yang haq (benar), siapa saja yang menolaknya akan dihinakan, dan yang berpegang teguh dengannya akan dimuliakan."

Rustam bertanya padanya, "Agama apakah itu?"

Al-Mughirah menjawab, "Adapun asas yang tidak akan sah keislaman seorang kecuali dengannya yaitu bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mengakui seluruh yang datang dari Allah."

Rustam berkata, "Alangkah baiknya agama ini, apa lagi berikutnya?"

Al-Mughirah melanjutkan, "Kami diutus untuk mengeluarkan dan membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia agar merdeka dan hanya menjadi hamba Allah semata."

Rustam kembali berkata, "Itu juga sangat baik, apa lagi berikutnya?"

Al-Mughirah menjawab, "Seluruh manusia adalah anak Adam, dan mereka seluruhnya bersaudara dari ayah dan ibu yang satu."

Rustam kembali berkata, "Ini juga sangat baik," Kemudian Rustam berkata lagi, "Bagaimana jika kami masuk ke dalam agama kalian apakah kalian akan kembali ke negeri kalian?"

al-Mughirah menjawab, "Ya demi Allah dan kami tidak akan mendekati negeri kalian kecuali untuk berdagang ataupun keperluan lainnya."

Rustam berkata, "Alangkah bagusnya agama ini."

Ketika al-Mughirah keluar segera Rustam memberitakan hasil dialognya dengan al-Mughirah dan menawarkan kepada petinggi Persia agar menerima tawaran Islam namun mereka menolak tawarannya (dan lebih memilih kekafiran).

Mengutus Rib’iy bin Amir

Setelah itu Sa'ad mengutus utusan lainnya kepada Rustam yaitu Rib'iy bin Amir ats-Tsaqafi, maka Rib'iy segera masuk menemuinya sementara mereka telah menghiasi pertemuan itu dengan bantal-bantal yang dirajut dengan benang emas, serta permadani- permadani yang terbuat dari sutera. Mereka mempertontonkan kepadanya berbagai macam perhiasan berupa yaqut, permata-permata mahal, dan perhiasan lainnya yang menyilaukan mata, sementara Rustam memakai mahkota dan sedang duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas.

Adapun Rib'iy,  dia masuk dengan hanya mengenakan baju yang sangat sederhana, dengan pedang, perisai dan kuda yang pendek. Rib'iy masih tetap di atas kudanya hingga menginjak ujung permadani. Kemudian dia turun serta mengikatkan kuda tersebut di sebagian bantal-bantal yang terhampar. Setelah itu dia langsung masuk dengan senjata, baju besi, dan penutup kepalanya, maka mereka berkata, "Letakkan senjatamu !" Dia menjawab, "Aku tidak pernah berniat mendatangi kalian tetapi kalianlah yang mengundangku datang ke mari, jika kalian memerlukanku maka biarkan aku masuk dalam keadaan begini. Dan jika tidak kalian izinkan aku akan segera kembali. Rustam berkata, "Biarkan dia masuk." Maka Rib'iy datang sambil bertongkat dengan tombaknya dalam keadaan posisi ujung tombak ke bawah hingga permadani yang dilewatinya penuh dengan lubang-lubang bekas tombaknya.

Mereka bertanya padanya,"Apa yang membuat kalian datang ke sini?"

Dia menjawab dengan lantang, "Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka menghambakan diri hanya kepada Rabb manusia, dan mengeluarkan mereka dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas, dan mengeluarkan mereka dari kezhaliman agama-agama yang ada kepada keadilan Islam. Maka Dia mengutus kami membawa agamaNya untuk kami sebarkan kepada manusia. Barangsiapa menerima dakwah kami, kami akan merasa senang menerimanya dan kami akan pulang meninggalkannya, tetapi barangsiapa menolak kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepada kami."

Mereka bertanya, "Apa yang dijanjikan Allah kepada kalian?"

Dia menjawab, "Yaitu surga bagi siapa saja dari kami yang terbunuh dalam peperangan ini, dan kemenangan bagi yang hidup."

Maka Rustam berkata, "Aku telah mendengar seluruh perkataan kalian tetapi maukah kalian memberi kami tangguh sejenak hingga kami berpikir dan kalian juga berpikir?"

Dia mengatakan, "Ya! Berapa hari kalian minta ditangguhkan? Satu atau dua hari?"

Dia berkata, "Tidak, tetapi hingga kami menulis surat kepada para petinggi kami dan para pemimipin kaum kami."

Rib'iy berkata, "Rasul kami tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menunda peperangan setelah bertemu musuh lebih dari tiga hari, maka silahkan kalian berpikir ulang dan pilih satu pilihan jika masa penangguhan berakhir."

Mereka bertanya, "Apakah engkau pemimpin mereka?"

Dia menjawab, "Tidak, tetapi seluruh muslim ibarat satu tubuh, yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan keamanan terhadap yang paling tinggi sekalipun."

Akhirnya Rustam segera mengumpulkan para petinggi kaumnya dan berkata kepada mereka, "Pernahkah kalian melihat seseorang yang perkataannya lebih mulia dan lebih baik dari orang ini?"

Mereka berkata, "Jangan sampai engkau terpengaruh dengan ucapan anjing ini dan meninggalkan agamamu, tidakkah kau lihat bagaimana pakaiannya?"

Dia berkata kepada mereka, "Celakalah kalian jangan hanya melihat kepada penampilan dan bajunya, tetapi lihatlah betapa cemerlangnya perkatan pemikiran dan jalan hidupnya. Sesungguhnya orang Arab tidak pernah merasa bangga dan begitu peduli dengan pakaian dan makanan. Tetapi mereka benar-benar menjaga harga diri."

Mengutus Hudzaifah bin Mihshan

Pada hari ketiga dari masa penangguhan mereka kembali meminta satu orang utusan kaum muslimin untuk datang. Maka Sa'ad mengutus Huzaifah bin Mihshan kepada mereka, dan dia juga berbicara sebagaimana yang telah disampaikan Rib'iy.


KEDATANGAN SA'AD KE QADISIYAH

Ibnu Jarir berkata, "Telah berkata kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Shafwan ats-Tsaqafi, dia berkata, telah berkata kepada kami Umayyah bin Khalid, telah berkata kepada kami Abu Uwanah dari Husain bin Abdurrahman. Dia berkata, Abu Wail berkata, 'Sa'ad datang dan berhenti di Qadisiyah bersama pasukannya, dia (Sa'ad) berkata,


“Aku tidak tahu pasti mungkin jumlah personil kita tidak lebih dari tujuh hingga delapan ribu saja, sementara orang musyrik berjumlah 30.000 atau lebih. Mereka berkata kepada kami,
'Kalian tidak memiliki tangan, kekuatan maupun senjata, kenapa kalian datang ke mari? Kembalilah!' Kami menjawab, “Kami tidak akan pulang” Mereka tertawa melihat busur-busur kami dan berkata, 'duk...duk', mereka mengumpamakannya dengan alat pemintal.”

Dia (Sa’ad) berkata,
'Ketika kami tidak mau kembali, mereka berkata, 'Utuslah salah seorang yang berakal dari kalian untuk datang ke sini dan menerangkan kepada kami misi kalian datang ke sini.' Al-Mughirah bin Syu'bah berkata, 'Aku yang akan datang.'

Maka al-Mughirah segera menyeberang datang kepada mereka. Dia duduk bersama Rustam di atas dipan, maka orang-orang berteriak melihat sikapnya, sementara dia dengan tenang menjawab,
'Sesungguhnya duduk di tempat ini tidak akan membuat derajatku lebih tinggi dan tidak pula mengurangi derajat raja kalian.'
Rustam berkata, 'Dia benar.'
Kemudian Rustam bertanya, 'Apa yang membuat kalian datang ke sini?'
Al-Mughirah menjawab, 'Kami adalah kaum yang dulunya dalam keburukan dan kesesatan, maka Allah mengutus nabiNya kepada kami dan menunjuki kami dengan perantaraannya dan memberikan rizki kepada kami melalui dua tangannya. Dan di antara rizki yang dijanjikan Allah pada kami adalah biji yang tumbuh di negeri ini, tatkala kami makan dan kami berikan keluarga kami, mereka berkata, 'Kami tidak sabar untuk memakan lebih banyak lagi, bawalah kami ke negeri itu hingga kami dapat makan buah itu sepuasnya.'
Maka Rustam menjawab, 'Kalau demikian kami akan memerangi kalian.' 
Al-Mughirah berkata, 'Jika kalian memerangi kami dan kami terbunuh maka kami akan masuk surga, sebaliknya jika kami memerangi kalian dan kalian terbunuh pasti masuk neraka.'
Al-Mughirah melanjutkan, 'Atau kalian membayar jizyah’
Ketika mendengar tawaran jizyah mereka (orang Persia) ribut dan berteriak, “Tidak ada perdamaian antara kami dan kalian”
Al-Mughirah berkata, 'Menyeberanglah kalian kepada kami atau kami yang akan menyeberang kepada kalian?'
Rustam menjawab, 'Biarlah kami yang menyeberang kepada kalian (untuk memulai peperangan).'

Utusan Kepada Raja Kisra Mendakwahinya Kepada Islam

Sa'ad telah mengirim beberapa orang sahabatnya kepada Kisra unutk mendakwahinya agar masuk Islam sebelum mereka diserang. Mereka minta izin untuk dapat bertemu Kisra, mereka diberi izin masuk, sementara penduduk negeri itu keluar untuk melihat pakaian mereka yang aneh dengan selendang-selendang di atas pundak mereka dan cemeti di tangan-tangan mereka, dengan sandal-sandal yang mereka kenakan, kuda-kuda mereka yang lemah yang memukul tanah dengan kaki-kakinya, mereka sangat heran dengan penampilan para utusan tersebut. Bagaimana mungkin orang-orang seperti mereka dapat menaklukkan pasukan musuh yang bilangannya berlipat ganda dari mereka dan dilengkapi berbagai perlengkapan yang sempurna.

Mereka diizinkan Raja Yazdigrid untuk datang menemuinya, dan di dudukkan di hadapanya. Raja ini terkenal dengan keseombongannya dan tidak beradab. Kemudian dia mulai bertanya kepada mereka mengenai pakaian yang mereka kenakan apa namanya, tentang selendang mereka, sandal dan cemeti yang mereka bawa, setiap kali pertanyaannya dijawab maka dia berbicara seolah-olah optimis akan menang melawan mereka, kemudian dia bertanya, "Kenapa kalian datang ke negeri ini?" Apakah kalian merasa mampu menaklukkan kami ketika kami sibuk mengurusi urusan dalam negeri kami yang sedikit goncang?"

An-Nu'man bin Muqarrin menjawab, "Sesungguhnya Allah telah mencurahkan rahmatNya kepada kami. Dia mengutus kepada kami seorang Rasul yang menunjukkan kami kebaikan dan memerintahkan kami untuk mengamalkannya. Dia juga menunjuki kami perkara kejelekan dan mencegah kami untuk melakukannya. Dia menjanjikan kepada kami kebaikan dunia dan akhirat jika kami mengikutinya. Setiap kali dia mendakwahkan agama ini kepada setiap kabilah pasti kabilah tersebut terpecah dua sebagian mengikutinya dan sebagian mendustakannya. Dia terus berdakwah dalam jangka waktu yang ditentukan Allah. Hingga akhirnya dia diperintahkan untuk memerangi orang-orang Arab yang menyelisihinya, akhinya dia menjalankan perintah tersebut dan memerangi seluruh Jazirah Arab hingga seluruhnya tunduk dan masuk ke dalam Islam dengan sukarela ataupun terpaksa. Akhirnya kami dapat memahami keutamaan agama yang dibawanya dibandingkan keadaan kami sebelumnya yang saling bermusuhan dan hidup dalam kesempitan.

Setelah itu dia memerintahkan kami untuk mendakwahkan agama ini kepada umat yang terdekat dengan kami. Karena itulah kami mendakwahi kalian untuk masuk ke dalam agama kami, agama Islam yang akan menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk , jika kalian menolak (menolak Islam) maka kalian akan mendapati keburukan yang lebih ringan dari keburukan terakhir yaitu membayar jizyah. Jika kalian tetap menolak maka pilihan terakhir adalah perang.

Jika kalian menerima agama kami, kami akan meninggalkan kepada kalian kitab Allah sebagai hukum yang wajib kalian terapkan di tengah kalian. Kami akan kembali ke negeri kami, dan uruslah negeri kalian sendiri. Jika kalian membayar upeti kepada kami maka kami akan menerimanya dan kalian akan kami lindungi, jika kalian enggan maka kami akan memerangi kalian."

Kemudian Yazdigrid berbicara, "Aku tidak pernah mengetahui suatu bangsa di atas muka bumi ini yang lebih buruk nasabnya, paling sedikit jumlahnya dan paling miskin melebihi kalian. Sebelumnya kami memberikan kuasa kepada Qura ad-Dhawahi untuk mengurusi kalian dan melindungi kalian agar tidak diperangi oleh musuh, dan kalian tidak sanggup untuk menaklukkan mereka, maka jika sekarang jumlah personil kalian telah banyak janganlah kalian merasa bangga dan merasa akan dapat mengalahkan kami. Tetapi jika kelaparan dan kesulitan hidup yang mengeluarkan kalian hingga datang ke tempat ini, maka kami akan membagi-bagikan makanan untuk kalian, dan kami akan menghormati kalian. Kami juga akan memberikan pakaian kepada kalian dan akan kami angkat seorang raja yang bijaksana untuk mengurusi kalian."

Sejenak semua terdiam, kemudian al-Mughirah bin Zurarah bin an-Nabbasy al-Usaidi menjawab perkataannya hingga membuatnya terdiam dan menuntut agar raja tersebut mau membayar jizyah dalam keadaan hina jika tidak mau menerima Islam.


PEPERANGAN QADISIYAH

Pertempuran di Qadisiyah adalah pertempuran terbesar yang tidak pernah terjadi sebelumnya di Irak. Ketika dua pasukan telah berhadap-hadapan, Sa'ad tertimpa penyakit irqunnisa dan bisul-bisul yang tumbuh di sekujur tubuhnya hingga tidak dapat mengendarai kudanya. Dia hanya dapat menyaksikan pertempuran di dalam benteng dengan bersandar di atas dadanya yang terletak di atas bantal sambil mengatur tentaranya. Dia telah mewakilkan urusan perang ini kepada Khalid bin Urfuthah, di Sayap kanan dia menempatkan Jarir bin Abdillah al-Bajili, dan di sayap kiri dia mengangkat Qais bin Maksyuh. Qais dan al-Mughirah adalah pasukan bantuan yang dikirimkan Abu Ubaidah dari Syam selesai pertempuran di Yarmuk.

Sa'ad melaksanakan Shalat Zuhur dengan pasukannya kemudian dia berpidato memberikan wejangan kepada kaum muslimin serta memberi semangat untuk berjihad dan ia membacakan ayat,

"Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang shalih." (Al-Anbiya': 105).

Dia membacakan ayat Jihad dan surat yang berkenaan dengan masalah itu. Setelah itu Sa'ad bertakbir empat kali, selesai takbir ke empat mereka langsung maju menyerbu musuh hingga malam tiba. Kemudian mereka berhenti bertempur, sementara dari kedua belah pihak telah banyak yang menjadi korban. Pada pagi harinya pertempuran kembali berkobar hingga larut malam pertempuran masih terus berjalan setelah itu mereka berhenti. Pada pagi hari berikutnya mereka kembali bertempur hingga sore tiba. Esok harinya (hari ketiga) mereka kembali bertempur hingga sore hari, dan malam ini disebut dengan malam al-Harir.

Pada pagi hari yang keempat mereka bertempur dengan sengitnya. Hari itu kaum muslimin mengalami kesulitan disebabkan pasukan bergajah musuh membuat kuda-kuda Arab berlarian menghindarinya. Maka para sahabat berusaha menghabisi seluruh gajah-gajah dengan para pengendara yang mengendalikannya. Mereka berhasil melukai dan membutakan mata-mata gajah ini. Beberapa orang dari tentara kaum muslimin benar-benar menunjukkan kebolehannya dalam bertempur mati-matian memerangi musuh, seperti Thulaihah al-Asadi, Amr bin Ma'di Karib, al-Qa'qa bin Amr, Jarir bin Abdillah al-Bajili, Dhirar bin al-Khaththab, Khalid bin Urfuthah dan lain-lainnya.

Sebelumnya telah berlalu tiga hari. Perang berkelanjutan sepanjang malam terakhir ini, tidak terdengar suara orang-orang kecuali gemerincing pedang yang beradu. Peperangan ini terus berlanjut hingga hari ke empat yang disebut dengan hari Qadisiyyah, pada hari inilah tentara Persia mengalami kehancuran.

Pada waktu matahari tergelincir di hari ini -disebut dengan hari Qadisiyah tepatnya hari senin bulan Muharram tahun 14 H sebagaimana yang dikatakan Saif bin Umar at-Tamimi- tiba-tiba angin berhembus sangat kencang hingga menerbangkan tenda-tenda tentara Persia dari tempatnya. Bahkan berhasil menerbangkan dan menjatuhkan singgasana Rustam yang biasa didudukinya. Maka Rustam segera menaiki kudanya dan melarikan diri. Namun  kaum muslimin segera mengejarnya dan berhasil membunuhnya. Mereka juga berhasil membunuh Jalinius (pimpinan 40000 pasukan penyerang) yang berada di posisi depan pasukannya.

Akhirnya tentara Persia mengalami kekalahan yang telak. Mereka melarikan diri kocar-kacir sementara kaum muslimin dengan mengejar dan mengakhiri mereka. Maka tentara Islam berhasil mengurangi 30.000 pasukan musuh pada hari itu, dan sebelumnya mengakhiri pembangkangan 10.000 tentara Persia yang menolak menyembah Allah Rabb semesta alam. Adapun jumlah pasukan Islam yang terbunuh pada hari ini dan hari sebelumnya sebanyak 2500 orang -semoga Allah merahmati mereka-.

Kaum mulimin terus mengejar pasukan Persia hingga mereka masuk ke dalam kota al-Madain tempat kediaman raja dan istana kekaisarannya. Yang berhasil membunuh Rustam adalah Hilal bin Ullafah at-Taimi dan yang menghabisi Jalinius adalah Zuhrah bin Hawaiah as-Sa'di. Adapun Sa'ad tidak dapat turut bertempur disebabkan penyakitnya. Namun dia terus menerus memantau perkembangan pasukannya sambil memberikan instruksi untuk kebaikan pasukannya, meski demikian dia tidak menutup pintu istana karena keberaniannya, hingga andaikata tentaranya lari pasti dengan mudah tentara Persia dapat menangkapnya dengan tangan mereka tanpa ada perlawanan darinya.

Kepahlawanan dan Keberanian Abu Mihjan

Waktu itu Abu Mihjan berada di dalam istana. la dipenjarakan karena minum Khamr, dan sebelumnya dia telah berkali-kali didera disebabkan perbuatannya tersebut. Maka kali ini Sa'ad memerintahkan agar dia di ikat dan ditahan di dalam istana. Ketika dia melihat kuda-kuda berputar-putar di sekitar istana, maka bangkitlah kemarahan dan semangatnya bertempur. Dia adalah salah seorang dari pahlawan yang paling pemberani dalam peperangan. Maka Abu Mihjan bersyair menceritakan kesedihannya:

Alangkah sedihnya hati melihat kuda-kuda perang berkeliling sekitar istana
Sementara aku ditinggalkan sendiri dalam keadaan terbelenggu kuat
Jika aku berdiri namun penjara besi ini tertutup
sementara orang-orang lain yang telah terbunuh dalam peperangan seakan-akan memanggilku
aku sebelumnya adalah orang yang banyak harta dan saudara
tetapi sekarang mereka meninggalkanku seolah-olah aku tidak lagi memiliki saudara

Setelah itu dia bermohon kepada Zubara -Ummu walad- milik Sa'ad agar melepaskannya dan meminjamkan Kuda Sa'ad kepadanya. Dia bersumpah akan kembali lagi pada sore hari dan akan kembali meletakkan kakinya dalam belenggu. Maka wanita itu akhirnya melepaskannya.

Dia segera mengendarai kuda Sa'ad dan keluar turut bertempur dengan gagah berani di medan perang. Sa'ad heran melihat kudanya yang keluar dan antara percaya dan tidak menyaksikan penunggang kuda itu adalah Abu Mihjan, karena sepengetahuannya Abu Mihjan berada di dalam istana dalam keadaan terbelenggu. Ketika sore hari tiba Abu Mihjan kembali dan meletakkan belenggu di kakinya. Maka Sa'ad turun dan mendapati kudanya penuh dengan peluh keletihan, maka dia berkata, "Kenapa begini?" Maka mereka menyebutkan padanya kisah Abu Mihjan, maka Sa'ad senang mendengarnya dan melepaskannya -semoga Allah meridhoi keduanya-.

0 komentar:

Posting Komentar